"Lahirnya Sebuah Negara ; Kepemimpinan Muhammad SAW"

Oleh ;Coel Ipins

A. Latar Belakang
Berbicara tentang Pembentukan Negara Madinah dan Konstitusi Madinah, maka tidak dapat dipisahkan dengan hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Karena hijrah adalah suatu fakta sejarah masa lalu yang tidak dapat dipungkiri dan dapat dijadikan khazanah pemikiran Islam masa kini, serta merupakan tonggak sejarah umat muslimin berdirinya negara Madinah, Konstitusi Madinah yang universal dan diterima oleh semua golongan dan lapisan masyarakat didalamnya mengatur pola hidup bersama antar kaum muslim di satu pihak dengan orang non muslim pada pihak lain.


Muhammad saw dapat menempatkan diri sebagai pemimpin Madinah ditengah-tengah komunitas lain, Islam ditanamkan oleh beliau sebagai satu kesatuan agama, sosial, budaya dan politik. Muhammad mampu menjadikan Islam sebagai agama yang menghasilkan rekonsiliasi ditengah keanekaragaman komunitas. Antara kaum Muhajirin, kaum Anshor dengan orang Yahudi membuat suatu perjanjian tertulis yang berisi pengakuan atas agama-agama mereka dan harta-harta mereka dengan syarat-syarat timbal balik.
Maka dapat dikatakan bahwa Piagam Madinah suatu “Dekumen Politik” yang pertama berisi HAM dan Toleransi beragama yang patut dikagumi sepanjang sejarah.
Berangkat dari sekilas keterangan di atas maka makalah ini akan merekonstruksi kembali lahirnya Piagam Madinah yang merupakan tonggak sejarah berdirinya Negera Madinah.

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah tentang Sejarah Peradaban Islam ini adalah menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan lahirnya sebuah Negara dan kepemimpinan Muhammad SAW, sehingga para pembaca yang awalnya belum pernah mengetahuinya menjadi tahu. Setelah memahami makalah sejarah peradaban islam ini diharapkan para pembaca mampu memahami, mangambil pelajaran, berpikir, dan selalu mengingat akan salah seorang sosok sempurna dari mahluk ciptaan Sang Khaliq.

C. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya membahas beberapa ruang lingkup saja, yaitu:
1. Definisi dan terbentuknya sebuah Negara
2. Fungsi Negara
3. Konsep Negara dalam Islam
4. Kepemimpinan Muhammad
5. Kunci sukses kepemimpinan Muhammad SAW

PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara

Negara adalah sekumpulan masyarakat dengan berbagai keragamannya, yang hidup dalam suatu wilayah yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Tujuan dari dibentuknya sebuah Negara, masih memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Seperti disebut oleh Shang Yang (532–428 SM), mengatakan bahwa Tujuan dibentuk negara adalah untuk membentuk kekuasaan, demi kelangsungan sang raja pribadi. Lain lagi dengan yang dikatakan oleh Niccolo Machiavelli (1429– 527), bahwa Tujuan dibentuk negara adalah membentuk kekuasaan yang mutlak, demi kebesaran bangsa dan Negara.

Dante Alleghieri (1265-1321), mengatakan Tujuan negara adalah membentuk perdamaian dunia. Sedangkan Immanuel Kant (1724-1804), menyebutkan ; Tujuan dibentuk negara adalah untuk membentuk dan mempertahankan hukum agar hak dan kemerdekaan warga negara terpelihara dengan baik.
Hal ini juga dikatakan oleh Prof. Kranenburg, bahwa Tujuan dibentuk negara adalah untuk mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat.

B. Terbentuknya sebuah Negara
Suatu negara apabila ingin diakui sebagai negara yang berdaulat secara internasional minimal harus memenuhi empat persyaratan faktor/unsur negara berikut di bawah ini :
1. Memiliki Wilayah
Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
2. Memiliki Rakyat
Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan yang Berdaulat
Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Pengakuan dari Negara Lain
Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.

C. Fungsi Negara
Adapun fungsi dari Negara secara garis besar dikategorikan sebagai berikut:
1. Melaksanakan Ketertiban
Negara mengatur ketertiban masyarakat supaya tercipta kondisi yang stabil juga mencegah bentrokan-bentrokan yang terjadi dalam masyarakat. Dengan tercipta ketertiban segala kegiatan yang akan dilakukan oleh warga negara dapat dilaksanakan.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
Negara berupaya agar masyarakat dapat hidup dan sejahtera, terutama dibidang ekonomi dan sosial masyarakat.
3. Fungsi Pertahanan
Negara berfungsi mempertahankan kelangsungan hidup suatu bangsa dari setiap ancaman dan gangguan yang timbul dari dalam maupun datang dari luar negeri. Ancaman dan gangguan tersebut mungkin berupa serangan (Invasi) dari luar negeri maupun golongan-golongan dari dalam negeri yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Menegakkan keadilan
Negara berfungsi menegakkan keadilan bagi seluruh warganya meliputi seluruh aspek kehidupan (idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam). Upaya yang dilakukan antara lain menegakkan hukum melalui badan-badan peradilan.

D. Konsep Negara dalam Islam
Konsep Negara berdasarkan islam dikategorikan sebagai khalifah atau kekhalifaan. khalifah merupakan institusi tertinggi dalam negara, meskipun tidak secara serta merta bisa bertindak otoriter, karena kedaulatan tetap di tangan rakyat didalam bingkai nilai-nilai syariat. Imam Mawardi membagi lembaga-lembaga kekuasaan dibawah khalifah atas :
1. Kekuasaan umum dalam lapangan umum, Kementerian (al-wizarat). Kekuasaannya dikatakan umum karena meliputi suatu masalah secara umum. Lapangannya dikatakan umum karena meliputi seluruh negeri.
2. Kekuasaan umum dalam lapangan khusus, Kegubernuran (kekuasaan daerah otonomi). Kekuasaannya dikatakan umum karena menyangkut segenap masalah dalam daerah otonomimya, namun lapangannya khusus karena kekuasaan tersebut hanya meliputi daerah otonominya saja.
3. Kekuasaan khusus dalam lapangan umum, Lembaga-lembaga semacam Mahkamah Agung, Panglima Besar Angkatan Perang, dan Lembaga Pengendali Keuangan Negara. Kekuasaan mereka dikatakan khusus karena hanya menangani masalah-masalah khusus. Lapangannya dikatakan umum karena meliputi segenap negeri.
4. Kekuasaan khusus dalam lapangan khusus, Lembaga-lembaga semacam Pengadilan Daerah, Lembaga Keuangan Daerah, Lembaga Militer Daerah, dan berbagai lembaga serupa yang ada di tingkat daerah / negara bagian.

Pembagian Mawardi diatas cukup sistematis. Namun lagi-lagi perlu ditegaskan, konteks yang dipakai adalah khalifah sebagai institusi tertinggi. Poin ini perlu ditegaskan karena di era modern telah muncul model kekuasaan dimana kepala negara bukanlah institusi tertinggi. Sebut saja sistem negara parlemen. Dalam sistem ini, parlemen merupakan institusi tertinggi dan bukan kepala negara.
Bagaimanakah keberadaan parlemen menurut Islam? Dalam sistem Islam terdapat suatu lembaga yang mirip dengan parlemen, yang sering disebut sebagai ahlul hall wal ‘aqd. Namun lembaga ini tidaklah sama persis dengan parlemen. Ahlul hall wal ‘aqd hanya bertugas untuk menetapkan atau menurunkan khalifah (termasuk juga mengontrol khalifah), tidak lebih dari itu. Artinya, tatkala khalifah sudah terpilih dan dia sanggup berlaku adil maka ahlul hall wal ‘aqd seolah-olah tidak diperlukan lagi. Ahlul hall wal ‘aqd akan diperlukan lagi ketika khalifah tidak berlaku adil atau ketika khalifah perlu diturunkan. Jadi, institusi tertinggi adalah khalifah, namun pada suatu saat institusi tertinggi bisa diambil alih oleh ahlul hall wal ‘aqd, yang pada dasarnya berarti diambil alih oleh rakyat.
Adapun mengenai kekuasaan yudikatif, agaknya hampir setiap sistem negara (termasuk sistem Islam) menempatkannya dalam posisi independen. Hal ini adalah niscaya karena hukum harus ditempatkan dalam posisi tertinggi, untuk menjamin keadilan bagi semuanya.

E. Kepemimpinan Muhammad SAW
Nabi Muhammad komunikasi unik dan gaya kepemimpinan menyebabkan penyebaran Islam, tidak hanya di dalam Saudi, tetapi juga di luar di utara, selatan, timur, barat dan barat daya Saudi . Sebagai seorang pemimpin selama masa perang atau sebagai pemimpin selama masa damai, Nabi Muhammad terbukti terampil menguasai teknik-teknik yang dicapai dengan cita-citanya dalam menyampaikan pesan Islam.
Nabi Muhammad nilai-nilai komunikatif kebebasan, keadilan, kesederhanaan, dan kesopanan yang sesuai dengan perbuatan praktis. Rakyat melihat tindakan ini-nya dan diidentifikasi dengan. Nabi Muhammad 'keterampilan sebagaimana diperlihatkan dalam pidato-pidatonya menunjukkan kepada mata semua umat manusia bahwa ia memang seorang pemimpin besar patut dicatat.

Pesan Nabi sebagai dilihat dan dianalisis dalam studi ini mempunyai implikasi serbaguna baik bagi dunia Islam dan dunia Barat. Nya penggunaan retorika terampil menunjukkan komitmennya untuk komunikasi yang kompeten bermakna bagi manusia pada umumnya. Pidatonya menunjukkan bahwa ia berusaha untuk melihat semua manusia dari lensa kebaikan, kesopanan, moderasi, keadilan, kebebasan, budi, kemurahan hati dan cinta.
Terlepas dari agama dan afiliasi politik, Nabi Muhammad menggunakan Islam sebagai saluran untuk berkhotbah kebaikan. Studi ini telah menunjukkan melalui komunikatif manifold bakat yang ia berusaha untuk mempengaruhi pikiran oleh menganjurkan kebaikan dalam hubungan kita dengan satu sama lain. Dengan menunjukkan kepada istrinya Aisyah bahwa ia harus mengasihi orang miskin, itu adalah cara tidak langsung untuk mengajar semua umat manusia untuk berbagi cinta dan kebaikan orang terlepas dari latar belakang ekonomi. Implikasi yang sama dalam pidato-pidato Nabi dapat dilihat dalam pengertian kesopanan.
Seorang pemimpin dinilai bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam kepemimpinannya. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan, efektifitas sebuah kebijakan dan bagaimana dampak atas kebijakan tersebut.

Sebuah keputusan lahir dari sebuah proses berpikir. Bermula dari cara pandang seseorang dalam menilai sesuatu yang kemudian berpengaruh terhadap cara berpikirnya. Cara berpikir yang dilandasi cara pandang tadi akan menjadi penentu, tepat atau tidaknya keputusan seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan.
Kebijakan seorang pemimpin seringkali berpengaruh terhadap banyak orang dan ruang lingkup serta waktu yang lebih luas. Kesalahan dalam mengambil sebuah keputusan dalam memilih sebuah kebijakan akan berujung pada kegagalan suatu program atau bahkan kehancuran sebuah negara dan bangsa.

Bagaimana cara Muhammad SAW berpikir?
Sebagian besar dari kita pernah mendengar tentang kepemimpinan seorang Muhammad saw. Dalam masa 22 tahun beliau sanggup mengangkat derajat bangsa Arab dari bangsa jahiliah yang diliputi kebodohan dan keterbelakangan menjadi bangsa terkemuka dan berhasil memimpin banyak bangsa di dunia. Orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya merasakan kelembutan, kasih sayang dan penghormatan dari seorang pemimpin bernama Muhammad.

Cara berpikir Muhammad saw yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak. Inilah cara berpikir Muhammad saw tersebut :
1. Menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan penampilan atau faktor-faktor luar lainnya. Keempat sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Beliau, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar ibnu Khattab, Ustman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Tholib adalah gambaran jelas kemampuan Muhammad saw dalam melihat fungsi. Keempat sahabat tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri dalam era kepemimpinan Muhammad saw, yaitu :
Abu Bakar Assidiq yang bersifat percaya sepenuhnya kepada Muhammad saw, adalah sahabat utama. Ini bermakna kepercayaan dari orang lain adalah modal utama seorang pemimpin.
Umar ibnu Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut dalam menegakkan kebenaran. Ini bermakna kekuasaan akan efektif apabila ditunjang oleh semangat pembelaan terhadap kebenaran dengan penuh keberanian dan ditunjang kekuatan yang memadai.
Ustman ibnu Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang rela menafkahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Muhammad saw. Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah pendanaan. Sebuah kepemimpinan akan lebih lancar apabila ditunjang kondisi ekonomi yang baik dan keuangan yang lancar. Dan juga dibutuhkan pengorbanan yang tulus dari pemimpinnya demi kepentingan orang banyak.
Ali ibnu Abi Thalib adalah seorang pemuda yang berani dan tegas, penuh ide kreatif, rela berkorban dan lebih suka bekerja dari pada bicara. Kepemimpinan akan menjadi semakin kuat karena ada regenerasi. Tidak ada pemimpin yang berkuasa selamanya, dia perlu menyiapkan penerus agar rencana-rencana yang belum terlaksana bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
2. Mengutamakan segi kemanfaatan dari pada kesia-siaan. Tidak ada perkataan, perbuatan bahkan diamnya seorang Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana sukanya Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan merugikan orang lain adalah contoh yang lain.
3. Mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda. Ketika ada yang bertanya kepadanya, mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang sedang menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.
4. Lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Ketika datang wahyu untuk melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Muhammad Saw baru berangkat ke Madinah setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih dulu. Padahal saat itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap mengutamakan keselamatan kaumnya yang lebih lemah.
Ketika etnik Yahudi yang berada di dalam kekuasaan kaum Muslimin meminta perlindungan kepadanya dari gangguan orang Islam di Madinah, beliau sampai mengeluarkan pernyataan : Bahwa barang siapa yang mengganggu dan menyakiti orang-orang Yahudi yang meminta perlindungan kepadanya, maka sama dengan menyatakan perang kepada Allah dan Rasulnya. Padahal tindakan demikian bisa menjatuhkan kredibilitas Beliau di mata kelompok-kelompok etnik Arab yang sudah lama memusuhi etnik Yahudi.
5. Memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya. Apabila ada orang yang lebih memilih mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang lain, maka dia adalah para Nabi dan Rasul. Begitu pun dengan Muhammad saw. Ketika orang lain disuruh mencari jalan yang termudah dalam beragama, maka Beliau memilih untuk mengurangi tidur, makan dan shalat sampai bengkak kakinya.
Ketika dia menyampaikan perintah Allah Swt kepada umat untuk mengeluarkan zakat hartanya hanya sebesar 2,5 bagian saja dari harta mereka, dia bahkan menyerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan dan tidak menyisakan untuknya dan keluarganya, kecuali rumah yang menempel di samping mesjid, satu dua potong pakaian dan beberapa butir kurma atau sepotong roti kering untuk sarapan. Sampai-sampai tidurnya hanya di atas pelepah korma.
Seperti pernah dia bertanya kepada Aisyah ra. Istrinya apakah hari itu ada sepotong roti kering atau sebiji korma untuk dimakan. Ketika istrinya berkata bahwa tidak ada semua itu, maka Muhammad Saw mengambil batu dan mengganjalkannya ke perut untuk menahan lapar.
6. Lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi. Para Nabi dan Rasul adalah orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita. Muhammad Saw menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada kenikmatan dunia dengan seluruh isinya ini. Karena pandangannya yang selalu melihat akhirat sebagai tujuan, maka tidak ada yang sanggup menggoyahkan keyakinannya untuk menegakkan kebenaran.
“Seandainya kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku tidak akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini.”

Demikian Muhammad Saw berkata kepada para pemimpin Quraisy yang mencoba menyuap Muhammad Saw dengan harta benda, menjanjikan kedudukan tertinggi di kalangan suku-suku Arab dan juga menyediakan wanita-wanita cantik asalkan Muhammad Saw mau menghentikan dakwahnya di kalangan mereka.

F. Kunci Sukses Kepemimpinan Rasulullah SAW
Pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan sampai akhir zaman. Inilah dasar yang telah diletakkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban baru, yang sesuai dengan fitrah manusia. Dengan jelas tersimpul dalam cerita yang diambil dari Ali bin Abi Thalib RA, ketika ia bertanya kepada Rasulullah dan dijawab :
“Ma’rifat adalah modalku, Akal pikiran adalah sumber agamaku, Rindu kendaraanku, Berzikir kepada Allah kawan dekatku, Keteguhan perbendaharaanku, Duka adalah kawanku, Ilmu adalah senjataku, Ketabahan adalah pakaianku, Kerelaan sasaranku, Faqr adalah kebanggaanku, Menahan diri adalah pekerjaanku, Keyakinan makananku, Kejujuran perantaraku, Ketaatan adalah ukuranku, Berjihad perangaiku, Dan hiburanku adalah dalam sembahyang”. 

Itulah kunci dari kepemimpinan Rasulullah. Beliau berhasil memimpin dunia dengan suara hatinya, dan diikuti pula oleh suara hati pengikutnya. Dia bukan hanya seorang pemimpin manusia, namun dia adalah pemimpin segenap hati manusia. Ia adalah pemimpin abadi.
Pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan yang terpenting adalah memimpin berlandaskan atas suara hati yang fitrah.

PENUTUP
Nabi Muhammad saw telah berhasil menyampaikan misi da’wahnya di Madinah walaupun secara kwantitas jumlah pemeluk Islam Madinah belum banyak tetapi secara kualitas dapat dibanggakan dan mempunyai melitansi yang tinggi.
Di Madinah Muhammad tidak hanya menjadi pemimpin keagamaan tetapi juga pemimpin pemerintahan (negara). Di sini beliau berhasil meletakkan kondisi awal bagi terbentuknya dan teraturnya sebuah negara. Muhammad SAW dapat menerima kehadiran pemeluk agama lain dibawah pemerintahannya, bahkan menjalin kerja sama kontrak sosial dengan komunitas non muslim. Beliau dapat meletakkan konstitusi universal dan menghargai hak-hak asasi manusia.

Keberhasilan Nabi Muhammad saw. Terletak pada kepribadiannya yang dikenal Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah, serta ketidak perduliannya dengan kepentingan materi dan ambisi pribadi. Bersifat toleransi dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Beliau tidak bersifat otoriter menentukan kebijakan selalu menerapkan prinsip-prinsip musyawarah dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat tanpa merugikan pihak lain dan tidak merubah sendi-sendi keyakinan (Aqidah).
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah, “Kajian Kebangsaan”, http://www.kajianbangsa,net/artikel. (21 Maret 2004)
Haikal, Muhammad Husen, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2000
HAMKA, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, T.th, Jilid I.
Nasution, Harun, Islam di Tinjau dari berbagai Aspek, Jakarta: UI Press, 1985, Jilid.I.
Syazali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, 1990




1 komentar:

Ipins 19 mengatakan...

Tes commen dulu...

Posting Komentar